Lompat ke isi

Panteisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Panteisme adalah sebuah keyakinan keagamaan dan filosofis yang menganggap bahwa realitas, semesta, dan alam adalah identik dengan tuhan atau entitas tertinggi.[1] Alam semesta dipahami sebagai tuhan, dewa atau dewi yang imanen, yang terus berkembang dan berkreasi, dan telah ada sejak permulaan waktu.[2] Istilah panteis merujuk pada orang yang menganggap bahwa segala sesuatu merupakan satu kesatuan, dan kesatuan ini bersifat ilahi dan mencakup segalanya.[3][4]

Kepercayaan panteis tidak mengakui tuhan pribadi,[5] baik antropomorfis ataupun tidak, namun ia merupakan serangkaian doktrin yang secara luas melihat bahwa terdapat hubungan antara realitas dan ketuhanan.[6] Konsep panteistik sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, dan unsur panteistik telah dikenal dalam berbagai tradisi agama. Istilah panteisme diciptakan oleh ahli matematika Joseph Raphson pada tahun 1697[7][8] dan sejak itu, istilah ini digunakan untuk menggambarkan kepercayaan berbagai orang dan organisasi.

Panteisme dipopulerkan dalam budaya Barat sebagai sebuah teologi dan pemikiran filsafat yang didasarkan pada karya filsuf abad ke-17 Baruch Spinoza, khususnya bukunya yang berjudul Etika.[9] Pandangan panteistik juga dimiliki oleh filsuf dan kosmolog Giordano Bruno pada abad ke-16.[10] Ide-ide panteisme terdapat dalam agama-agama Asia Selatan dan Asia Timur (terutama Sikhisme, Hinduisme, Sanamahisme, Konfusianisme, dan Taoisme) dan dalam Tasawuf (Sufisme) dalam Islam.

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Istilah panteisme berasal dari kata dalam bahasa Yunani pan (berarti "semua, segala sesuatu") dan theos (berarti "dewa, ilahi"). Kombinasi pertama yang diketahui dari penjelasan etimologis ini muncul dalam bahasa Latin, dalam buku Joseph Raphson tahun 1697, "De Spatio Reali seu Ente Infinito".[11] Di dalam buku itu, ia merujuk pada pandangan "pantheismus" dari Spinoza dan pemikir lainnya.[12]

Terdapat banyak definisi tentang panteisme. Beberapa sarjana menganggapnya sebagai posisi teologis dan filosofis tentang Tuhan.[13] :p.8

Panteisme adalah pandangan bahwa segala sesuatu adalah bagian dari Tuhan yang immanen dan yang mencakup segalanya. Semua bentuk realitas kemudian dapat dianggap sebagai bagian dari Wujud itu, atau identik denganNya.[14] Beberapa berpendapat bahwa panteisme adalah posisi filosofis non-religius. Bagi mereka, panteisme adalah pandangan bahwa Semesta (dalam arti totalitas dari semua keberadaan) dan Tuhan adalah hal yang sama.[15]

Zaman pre-modern

[sunting | sunting sumber]

Pemikiran panteisme dapat ditemukan dalam teologi agama Yunani kuno Orfisme, bahwa pan (semuanya) dibuat mempunyai banyak persamaan dengan Dewa pencipta Phanes (melambangkan alam semesta),[16] dan dengan Zeus.[17]

Kecenderungan panteistik juga terdapat pada sejumlah kelompok Gnostik awal, dengan pemikiran panteisme muncul di sepanjang Abad Pertengahan.[18] Pandangan panteis juga menjadi bagian dari karya Johannes Scotus Eriugena, De divisione naturae, di abad ke-9 dan kepercayaan mistik seperti yang diekspresikan oleh Amalric dari Bena (abad ke-11–12) dan Eckhart (abad ke-12–ke-13).[18]:pp. 620–621

Gereja Katolik telah lama menganggap pandangan panteistik sebagai sesat.[19][20] Giordano Bruno, seorang biarawan Italia yang menyebarluaskan ajaran tentang Tuhan yang transenden dan tak terbatas, meninggal dibakar pada tahun 1600 oleh Inkuisisi Romawi. Sejak saat itu, ia dikenal sebagai seorang panteis dan martir sains yang terkenal.[21][22]

Baruch Spinoza

[sunting | sunting sumber]
Filsafat Baruch Spinoza sering dianggap sebagai panteisme.[13][23]

Di Barat, panteisme diformalkan sebagai teologi dan filsafat yang terpisah berdasarkan karya filsuf abad ke-17 Baruch Spinoza.[13]:p.7 Spinoza adalah seorang filsuf Belanda keturunan Portugis yang dibesarkan dalam komunitas Yahudi Sephardi di Amsterdam.[24] Dia mengembangkan ide-ide yang sangat kontroversial mengenai keaslian Alkitab Ibrani dan sifat Ilahi. Akibatnya, dia dikeluarkan dari masyarakat Yahudi pada usia 23 tahun, ketika sinagoga setempat mengeluarkan herem terhadapnya.[25] Sejumlah bukunya diterbitkan secara anumerta, dan tak lama kemudian dimasukkan dalam Indeks Buku Terlarang oleh Gereja Katolik. Pentingnya karya Spinoza baru diakui setelah bertahun-tahun, dengan menjadi dasar untuk Pencerahan abad ke-18[26] dan kritik biblikal modern,[27] termasuk konsepsi modern tentang diri dan alam semesta.[28]

Dalam karyanya yang diterbitkan secara anumerta, Etika, "Spinoza menulis mahakarya bahasa Latin terakhir yang tak terbantahkan, dan sebuah konsepsi murni dari filsafat abad pertengahan yang pada akhirnya berbalik melawan filsafat-filsafat abad pertengahan itu dan menghancurkannya."[29] Secara spesifk, ia menentang dualisme pikiran-tubuh terkenal dari René Descartes, teori bahwa tubuh dan jiwa adalah terpisah.[30] Spinoza memegang pandangan monis, yang menyatakan bahwa keduanya adalah identik, dan monisme adalah bagian mendasar dari filosofinya. Dia digambarkan sebagai "manusia yang mabuk akan Tuhan," dan menggunakan kata Tuhan untuk menggambarkan kesatuan dari semua substansi.[30] Pandangan ini mempengaruhi para filsuf seperti Georg Wilhelm Friedrich Hegel, yang mengatakan, "Anda adalah seorang Spinozist atau bukan seorang filsuf sama sekali."[31] Spinoza mendapat pujian sebagai salah satu rasionalis besar filsafat abad ke-17[32] dan salah satu pemikir terpenting filsafat Barat.[33] Meskipun istilah "panteisme" tidak diciptakan sampai setelah kematiannya, ia dianggap sebagai orang yang mendukung konsep itu yang paling terkenal.[34] Etika adalah sumber utama penyebaran panteisme di Barat.[9]

Heinrich Heine, dalam bukunya Concerning the History of Religion and Philosophy in Germany (1833–1836), menulis bahwa "Saya tidak ingat dimana saya membaca bahwa Herder pernah meledak kesal karena ketertarikannya yang konstan pada Spinoza, "Seandainya saja Goethe mengambil beberapa buku Latin selain Spinoza!" Tapi ini tidak hanya berlaku untuk Goethe; cukup banyak temannya, yang kemudian menjadi terkenal sebagai penyair juga memberi penghormatan kepada panteisme di masa muda mereka, dan doktrin ini berkembang secara aktif dalam seni Jerman sebelum mencapai supremasi sebagai teori filsafat."

Johann Wolfgang von Goethe menolak kepercayaan Jacobi pada Tuhan sebagai "sentimen hampa yang dimiliki otak anak-anak" (Goethe 15/1: 446) dan, dalam "Studie nach Spinoza" (1785/86), menyatakan identitas keberadaan dan keseluruhan. Ketika Jacobi berbicara tentang "alam semesta yang pada dasarnya bodoh" (Jacobi [31819] 2000: 312), Goethe memuji alam sebagai "idolanya" (Goethe 14: 535).[35]

Dalam The Holy Family (1844), Karl Marx dan Friedrich Engels mencatat, "Spinozisme mendominasi abad kedelapan belas baik dalam variasi Prancis, yang menjadikan materi menjadi substansi, maupun dalam deisme, yang memberikan nama yang lebih spiritual kepada materi. . . . Sekolah Prancis Spinoza dan para pendukung deisme hanyalah dua sekte yang memperdebatkan arti sebenarnya dari sistemnya. . . ."

SM Melamed (1933) mencatat, "Namun, dapat diamati bahwa Spinoza bukanlah monis dan panteis terkemuka pertama di Eropa modern. Satu generasi sebelumnya, Giordano Bruno menyampaikan pesan serupa kepada umat manusia. Namun Bruno hanyalah sebuah episode indah dalam sejarah pemikiran manusia, sementara Spinoza adalah salah satu kekuatannya yang paling kuat. Bruno adalah seorang rhapsodist dan penyair, yang dikelilingi oleh emosi artistik; namun, Spinoza, adalah spiritus purus dan dalam metodenya, adalah prototipe filsuf."[36]

Abad ke-18

[sunting | sunting sumber]

Penggunaan istilah "panteisme" pertama kali diketahui dalam bahasa Latin ("pantheismus"[12]) oleh ahli matematika Inggris Joseph Raphson dalam karyanya De Spatio Reali seu Ente Infinito, yang diterbitkan pada tahun 1697.[11] Raphson membedakan antara "panhylists" ateis (dari akar Yunani pan, "semua", dan hyle, "materi"), yang percaya bahwa segala sesuatu adalah materi, dan Spinozan "panteis" yang percaya pada "substansi universal tertentu, materi serta kecerdasan, yang membentuk semua hal yang ada dari esensinya sendiri."[37][38] Raphson berpendapat bahwa alam semesta tidak dapat diukur dengan kapasitas pemahaman manusia, dan dia percaya bahwa manusia tidak akan pernah bisa memahaminya.[39] Dalam karyanya, dia merujuk pada panteisme orang Mesir Kuno, Persia, Suriah, Asyur, Yunani, India, dan Kabbalis Yahudi, dan secara khusus pada panteisme Spinoza.[40]

Pada pertengahan abad kedelapan belas, teolog Inggris Daniel Waterland mendefinisikan panteisme sebagai berikut: "[Pandangan] ini menganggap Tuhan dan alam, atau Tuhan dan seluruh alam semesta, menjadi satu dan substansi yang sama — satu entitas universal; sedemikian rupa sehingga jiwa manusia hanyalah modifikasi dari substansi ilahi."[18][41] Pada awal abad kesembilan belas, teolog Jerman Julius Wegscheider mendefinisikan panteisme sebagai keyakinan bahwa Tuhan dan dunia yang didirikan oleh Tuhan adalah satu dan sama.[18][42]

Abad ke-19

[sunting | sunting sumber]

Selama awal abad ke-19, panteisme adalah perspektif yang dimiliki banyak penulis dan filsuf terkemuka, yang menarik tokoh-tokoh seperti William Wordsworth dan Samuel Coleridge di Inggris; Johann Gottlieb Fichte, Schelling dan Hegel di Jerman; Knut Hamsun di Norwegia; dan Walt Whitman, Ralph Waldo Emerson dan Henry David Thoreau di Amerika Serikat.

Karena dilihat sebagai ancaman yang berkembang oleh Vatikan, pada tahun 1864, panteisme secara resmi dikutuk oleh Paus Pius IX dalam Silabus Kesalahan.[43]

Sebuah surat yang ditulis pada tahun 1886 oleh William Herndon, seorang mitra hukum Abraham Lincoln, dilelang dan dijual seharga US$30.000 pada tahun 2011.[44] Di dalam surat itu, Herndon menulis tentang pandangan agama yang dimiliki Presiden Abraham Lincoln, termasuk panteisme.

"Agama Mr. Lincoln saya ketahui dengan sangat baik, sehingga tidak ada sedikit pun keraguan tentangnya; dia adalah atau dulunya seorang Teis dan Rasionalis, yang menyangkal semua hal yang luar biasa – baik itu inspirasi maupun wahyu supernatural. Pada suatu waktu dalam hidupnya, dia adalah seorang Panteis yang meragukan keabadian jiwa sebagaimana dunia Kristen memahaminya. Dia dulu percaya bahwa jiwa kehilangan identitasnya dan jiwa adalah abadi. Setelah itu, dia memiliki kepercayaan kepada Tuhan, dan ini adalah semua perubahan yang pernah dia alami."[44][45]

Perbandingan dengan agama non-Kristen

Beberapa teolog abad ke-19 percaya bahwa berbagai agama dan filosofi pra-Kristen adalah panteistik. Mereka menganggap bahwa Panteisme mirip dengan agama Hindu kuno[18]:pp. 618 Advaita (non-dualisme). Ahli bahasa Sansekerta Jerman abad ke-19 Theodore Goldstücker mengatakan bahwa pemikiran Spinoza adalah "... sistem filsafat barat yang menempati urutan terdepan di antara filsafat semua bangsa dan zaman, dan merupakan representasi yang sama dengan ide-ide Vedanta, sehingga kami menduga pendirinya mungkin telah meminjam prinsip-prinsip dasar sistemnya dari orang-orang Hindu."[46]

Para teolog Eropa abad ke-19 juga menganggap agama Mesir Kuno mengandung unsur panteistik dan menunjuk filsafat Mesir sebagai sumber Panteisme Yunani.[18]:pp. 618–620 Para pemikir Yunani Kuno Presocrates yang memiliki pandangan pantheisme antara lain Heraclitus dan Anaximander.[47] Kaum Stoik juga adalah panteis, dimulai dari Zeno dari Citium hingga raja-filsuf Marcus Aurelius. Selama Kekaisaran Romawi pra-Kristen, Stoikisme adalah salah satu dari tiga aliran filsafat yang dominan, bersama dengan Epikureanisme dan Neoplatonisme.[48][49] Taoisme awal Laozi dan Zhuangzi juga terkadang dianggap panteistik meskipun lebih mirip dengan Panentheisme.[50]

Cheondoisme, yang muncul pada Dinasti Joseon Korea, dan Buddhisme Won juga dianggap panteistik. Masyarakat Realis Kanada percaya bahwa alam semesta yang mempunyai kesadaran adalah kenyataan. Ini juga merupakan pandangan alternatif Panteisme.[51]

Abad ke-20

[sunting | sunting sumber]
Albert Einstein dianggap sebagai panteis oleh beberapa komentator.

Dalam sebuah surat yang ditulis kepada Eduard Büsching (25 Oktober 1929), sebagai balasan setelah Büsching mengirim Albert Einstein salinan bukunya Es gibt keinen Gott ("Tidak ada Tuhan"), Einstein menulis, "Kami para pengikut Spinoza melihat Tuhan kami dalam keajaiban, keteraturan dan keabsahan semua yang ada dan dalam jiwanya [Beseeltheit] sebagaimana ia menampakkan dirinya dalam manusia dan hewan."[52] Menurut Einstein, buku Büsching hanya membahas konsep Tuhan pribadi dan bukan Tuhan dalam perspektif panteisme yang impersonal.[52] Dalam sebuah surat yang ditulis pada tahun 1954 kepada filsuf Eric Gutkind, Einstein menulis "kata Tuhan bagi saya tidak lebih dari ekspresi dan produk dari kelemahan manusia."[53][54] Dalam surat lain pada tahun 1954, ia menulis "Saya tidak percaya pada Tuhan yang personal dan saya tidak pernah menyangkal pandangan ini tetapi telah mengungkapkannya dengan jelas."[53] Dalam Ideas and Opinions, yang diterbitkan setahun sebelum kematiannya, Einstein menyatakan konsepsi yang spesifik tentang kata Tuhan:

Penelitian ilmiah dapat mengurangi takhayul dengan mendorong orang untuk berpikir dan melihat sesuatu dari segi sebab dan akibat. Hal yang pasti adalah bahwa keyakinan tentang rasionalitas dan kejelasan mengenai dunia, mirip dengan perasaan religius, terletak di balik semua karya ilmiah dari tatanan yang lebih tinggi. [. . . ] Keyakinan yang teguh ini, keyakinan yang terikat dengan perasaan yang mendalam, pemikiran superior yang mengungkapkan dirinya di dunia pengalaman, merepresentasikan konsepsi saya tentang Tuhan. Dalam bahasa umum ini dapat dideskripsikan sebagai "panteistik" (Spinoza).[55]

Pada akhir abad ke-20, beberapa sarjana menyatakan bahwa panteisme adalah teologi yang mendasari Neopaganisme,[56] dan orang-orang panteis mulai membentuk organisasi yang dikhususkan untuk panteisme dan memperlakukannya sebagai agama yang terpisah.[50]

Abad ke-21

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2007, Dorion Sagan, putra ilmuwan dan komunikator sains Carl Sagan, menerbitkan sebuah buku berjudul Dazzle Gradually: Reflection on the Nature of Nature, yang ditulis bersama ibunya Lynn Margulis. Dalam bab "Truth of My Father", Dorion menulis bahwa "ayahnya percaya kepada Tuhannya Spinoza dan Einstein, Tuhan bukan di belakang alam, tetapi sebagai alam, yang sama dengannya."[57]

Lukisan dinding Luminaries of Pantheism karya Levi Ponce di Venesia, California untuk The Paradise Project.

Pada tahun 2009, panteisme disebut dalam ensiklik Paus[58] dan dalam sebuah pernyataan pada Hari Tahun Baru 2010,[59] untuk mengkritik panteisme karena menyangkal superioritas manusia atas alam dan karena melihat sumber keselamatan manusia terdapat di alam.[58]

Dalam ulasan film Avatar tahun 2009, Ross Douthat mendeskripsikan panteisme sebagai "agama pilihan Hollywood untuk masa generasi sekarang".[60]

Pada tahun 2015, The Paradise Project, sebuah organisasi "yang didedikasikan untuk merayakan dan menyebarkan kesadaran tentang panteisme," menugaskan seniman mural Los Angeles, Levi Ponce, untuk melukis mural setinggi 75 kaki di Venesia, California dekat kantor organisasi tersebut.[61] Lukisan dinding ini menggambar berbagai figur kenamaan seperti Albert Einstein, Alan Watts, Baruch Spinoza, Terence McKenna, Carl Jung, Carl Sagan, Emily Dickinson, Nikola Tesla, Friedrich Nietzsche, Ralph Waldo Emerson, WEB Du Bois, Henry David Thoreau, Elizabeth Cady Stanton, Rumi, Adi Shankara, dan Laozi.[62][63]

Panteisme dalam agama

[sunting | sunting sumber]

Banyak agama dan kepercayaan tradisional termasuk agama tradisional Afrika[64] dan agama penduduk asli Amerika[65][66] yang dapat dipahami sebagai panteistik, atau campuran panteisme dan doktrin lain seperti politeisme dan animisme. Menurut beberapa panteis, ada unsur panteisme dalam beberapa bentuk kekristenan.[67][68][69]

Ide-ide yang sama dengan panteisme juga tedapat dalam agama-agama Asia Timur/Selatan sebelum abad ke-18 (terutama Sikhisme, Hinduisme, Konfusianisme, dan Taoisme). Meskipun tidak ada bukti bahwa agama-agama ini mempengaruhi karya Spinoza, terdapat bukti bahwa pandangan-pandangan itu mempengaruhi filsuf kontemporer lainnya, seperti Leibniz, dan kemudian Voltaire.[70][71] Dalam Hinduisme, pandangan panteistik ada bersama pandangan panenteistik, politeistik, monoteistik, dan ateistik.[72] Dalam Sikhisme, cerita yang dikaitkan dengan Guru Nanak menunjukkan bahwa ia percaya Tuhan ada di mana-mana di dunia fisik, dan tradisi Sikh biasanya menggambarkan Tuhan sebagai kekuatan yang melestarikan dalam dunia fisik, yang hadir dalam semua bentuk material, masing-masing diciptakan sebagai manifestasi dari Tuhan. Namun, Sikh memandang Tuhan sebagai pencipta transenden,[73] "immanent dalam realitas fenomenal dunia dengan cara yang sama dengan seorang seniman yang dikatakan hadir dalam seninya".[74] Ini menunjukkan posisi yang lebih panenteistik.

Panteisme populer dalam spiritualitas modern dan gerakan agama baru di Barat, seperti Neopaganisme dan Teosofi.[75] The Universal Pantheist Society yang didirikan pada tahun 1975, terbuka untuk semua bentuk panteis dan mendukung tujuan-tujuan yang peduli terhadap lingkungan.[76] The World Pantheist Movement dipimpin oleh Paul Harrison, seorang pencinta lingkungan, penulis dan mantan wakil presiden The Universal Pantheist Society. The World Pantheist Movement didirikan pada tahun 1999 yang secara eksklusif berfokus untuk mempromosikan panteisme naturalistik – sebuah versi panteisme naturalistik metafisik.[77]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Pantheism – Definition, Meaning & Synonyms". Vocabulary.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-03-23. 
  2. ^ The New Oxford Dictionary of English. Oxford: Clarendon Press. 1998. hlm. 1341. ISBN 978-0-19-861263-6. 
  3. ^ Encyclopedia of Philosophy ed. Paul Edwards. New York: Macmillan and Free Press. 1967. hlm. 34. 
  4. ^ Reid-Bowen, Paul (2016). Goddess as Nature: Towards a Philosophical Thealogy. Taylor & Francis. hlm. 70. ISBN 978-1317126348. 
  5. ^ Charles Taliaferro; Paul Draper; Philip L. Quinn (ed.). A Companion to Philosophy of Religion. hlm. 340. They deny that God is 'totally other' than the world or ontologically distinct from it. 
  6. ^ Levine 1994:
  7. ^ Taylor, Bron (2008). Encyclopedia of Religion and Nature. A&C Black. hlm. 1341–1342. ISBN 978-1441122780. Diakses tanggal 27 July 2017. 
  8. ^ Ann Thomson; Bodies of Thought: Science, Religion, and the Soul in the Early Enlightenment, 2008, page 54.
  9. ^ a b Lloyd, Genevieve (2 October 1996). Routledge Philosophy GuideBook to Spinoza and The Ethics. Routledge Philosophy Guidebooks (edisi ke-1st). Routledge. hlm. 24. ISBN 978-0-415-10782-2. 
  10. ^ Birx, Jams H. (11 November 1997). "Giordano Bruno". Mobile, AL: The Harbinger. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 July 2017. Diakses tanggal 5 February 2019. Bruno was burned to death at the stake for his pantheistic stance and cosmic perspective. 
  11. ^ a b Ann Thomson; Bodies of Thought: Science, Religion, and the Soul in the Early Enlightenment, 2008, page 54.
  12. ^ a b Taylor, Bron (2008). Encyclopedia of Religion and Nature. A&C Black. hlm. 1341–1342. ISBN 978-1441122780. Diakses tanggal 27 July 2017. 
  13. ^ a b c Picton, James Allanson (1905). Pantheism: its story and significance. Chicago: Archibald Constable & CO LTD. ISBN 978-1419140082. 
  14. ^ Owen, H. P. Concepts of Deity. London: Macmillan, 1971, p. 65..
  15. ^ The New Oxford Dictionary Of English. Oxford: Clarendon Press. 1998. hlm. 1341. ISBN 978-0-19-861263-6. 
  16. ^ Damascius, referring to the theology delivered by Hieronymus and Hellanicus in "The Theogonies". sacred-texts.com. :"... the theology now under discussion celebrates as Protogonus (First-born) [Phanes], and calls him Dis, as the disposer of all things, and the whole world: upon that account he is also denominated Pan."
  17. ^ Betegh, Gábor, The Derveni Papyrus, Cambridge University Press, 2004, pp. 176-178 ISBN 978-0-521-80108-9
  18. ^ a b c d e f Worman, J. H., "Pantheism", in Cyclopædia of Biblical, Theological, and Ecclesiastical Literature, Volume 1, John McClintock, James Strong (Eds), Harper & Brothers, 1896, pp 616–624.
  19. ^ Collinge, William, Historical Dictionary of Catholicism, Scarecrow Press, 2012, p 188, ISBN 9780810879799.
  20. ^ "What is pantheism?". catholic.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 August 2017. 
  21. ^ McIntyre, James Lewis, Giordano Bruno, Macmillan, 1903, p 316.
  22. ^ "Bruno Was a Martyr for Magic, Not Science | Science 2.0". 27 August 2014. 
  23. ^ Fraser, Alexander Campbell "Philosophy of Theism", William Blackwood and Sons, 1895, p 163.
  24. ^ Gottlieb, Anthony (18 July 1999). "God Exists, Philosophically (review of "Spinoza: A Life" by Steven Nadler)". The New York Times. Diakses tanggal 7 September 2009. 
  25. ^ "Why Spinoza Was Excommunicated". National Endowment for the Humanities (dalam bahasa Inggris). 2015-09-01. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-08. Diakses tanggal 2017-09-05. 
  26. ^ Yalom, Irvin (21 February 2012). "The Spinoza Problem". The Washington Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 November 2013. Diakses tanggal 7 March 2013. 
  27. ^ Yovel, Yirmiyahu (1992). Spinoza and Other Heretics: The Adventures of Immanence. Princeton University Press. hlm. 3. 
  28. ^ "Destroyer and Builder". The New Republic. 3 May 2012. Diakses tanggal 7 March 2013. 
  29. ^ Scruton 1986 (2002 ed.), ch. 1, p.32.
  30. ^ a b Plumptre, Constance (1879). General sketch of the history of pantheism, Volume 2. London: Samuel Deacon and Co. hlm. 3–5, 8, 29. ISBN 9780766155022. 
  31. ^ Hegel's History of Philosophy. 2003. ISBN 9780791455432. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 May 2011. Diakses tanggal 2 May 2011. 
  32. ^ Scruton 1986 (2002 ed.), ch. 2, p.26
  33. ^ Deleuze, Gilles (1990). "(translator's preface)". Expressionism in Philosophy: Spinoza. Zone Books.  Referred to as "the prince" of the philosophers.
  34. ^ Shoham, Schlomo Giora (2010). To Test the Limits of Our Endurance. Cambridge Scholars. hlm. 111. ISBN 978-1443820684. 
  35. ^ Bollacher. Online Encyclopedia Philosophy of Nature. Universitätsbibliothek Heidelberg. doi:10.11588/oepn.2020.0.76525.  ; "Goethe 14" and "Goethe 15/1" in the passage refers to volumes of Johann Wolfgang Goethe 1987–2013: Sämtliche Werke. Briefe, Tagebücher und Gespräche. Vierzig Bände. Frankfurt/M., Deutscher Klassiker Verlag.
  36. ^ Melamed, S. M. (1933). Spinoza and Buddha: Visions of a Dead God. Chicago: University of Chicago Press. 
  37. ^ Raphson, Joseph (1697). De spatio reali (dalam bahasa Latin). Londini. hlm. 2. 
  38. ^ Suttle, Gary. "Joseph Raphson: 1648–1715". Pantheist Association for Nature. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-07. Diakses tanggal 7 September 2012. 
  39. ^ Koyré, Alexander (1957). From the Closed World to the Infinite Universe. Baltimore, Md.: Johns Hopkins Press. hlm. 190–204. ISBN 978-0801803475. 
  40. ^ Bennet, T (1702). The History of the Works of the Learned. H.Rhodes. hlm. 498. Diakses tanggal 28 July 2017. 
  41. ^ Worman cites Waterland, Works, viii, p 81.
  42. ^ Worman cites Wegscheider, Inst 57, p 250.
  43. ^ Pope BI. Pius IX (9 June 1862). "Syllabus of Errors 1.1". Papal Encyclicals Online. Diakses tanggal 28 July 2017. 
  44. ^ a b Herndon, William (4 February 1866). "Sold – Herndon's Revelations on Lincoln's Religion" (Excerpt and review). Raab Collection. Diakses tanggal 5 June 2012. 
  45. ^ Adams, Guy (17 April 2011). "'Pantheist' Lincoln would be unelectable today". The Independent. Los Angeles. Diakses tanggal 5 June 2012. 
  46. ^ Literary Remains of the Late Professor Theodore Goldstucker, W. H. Allen, 1879. p. 32.
  47. ^ Thilly. Encyclopedia of Religion and Ethics, Part 18. Kessinger Publishing. ISBN 9780766136953. 
  48. ^ Armstrong, AH (1967). The Cambridge History of Later Greek and Early Medieval Philosophy. Cambridge University Press. hlm. 57, 60, 161, 186, 222. ISBN 978052104-0549. 
  49. ^ McLynn, Frank (2010). Marcus Aurelius: A Life. Da Capo Press. hlm. 232. ISBN 9780306819162. 
  50. ^ a b Paul Harrison, Elements of Pantheism, 1999.
  51. ^ "About Realism". The Realist Society of Canada. Diakses tanggal 5 February 2022. 
  52. ^ a b Jammer (2011), Einstein and Religion: Physics and Theology, Princeton University Press, p.51; original at Einstein Archive, reel 33-275
  53. ^ a b "Belief in God a 'product of human weaknesses': Einstein letter". CBC News. 13 May 2008. Diakses tanggal 5 February 2022. 
  54. ^ "Richard Dawkins Foundation, Der Einstein-Gutkind Brief - Mit Transkript und Englischer Übersetzung". 
  55. ^ Einstein, Albert (2010). Ideas And Opinions. New York: Three Rivers Press. hlm. 262. 
  56. ^ Adler, Margot (1986). Drawing Down the Moon. Beacon Press. 
  57. ^ Sagan, Dorion, "Dazzle Gradually: Reflections on the Nature of Nature" 2007, p 14.
  58. ^ a b Caritas In Veritate, 7 July 2009.
  59. ^ "45th World Day of Peace 2012, Educating Young People in Justice and Peace | BENEDICT XVI". www.vatican.va. 
  60. ^ Heaven and Nature, Ross Douthat, New York Times, 20 December 2009
  61. ^ "New Mural in Vence: "Luminaries of Pantheism"". VenicePaparazzi. Diakses tanggal 15 October 2020. 
  62. ^ Rod, Perry. "About the Paradise Project". The Paradise Project. Diakses tanggal 21 June 2017. 
  63. ^ Wood, Harold (Summer 2017). "New Online Pantheism Community Seeks Common Ground". Pantheist Vision. 34 (2): 5. 
  64. ^ Parrinder, EG (1970). "Monotheism and Pantheism in Africa". Journal of Religion in Africa. 3 (2): 81–88. doi:10.1163/157006670x00099. JSTOR 1594816. 
  65. ^ Levine 1994, hlm. 67.
  66. ^ Harrison, Paul. "North American Indians: the spirituality of nature". World Pantheist Movement. Diakses tanggal 7 September 2012. 
  67. ^ Harrison, Paul. "The origins of Christian pantheism". Pantheist history. World Pantheists Movement. Diakses tanggal 20 September 2012. 
  68. ^ Fox, Michael W. "Christianity and Pantheism". Universal Pantheist Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 March 2001. Diakses tanggal 20 September 2012. 
  69. ^ Zaleha, Bernard. "Recovering Christian Pantheism as the Lost Gospel of Creation". Fund for Christian Ecology, Inc. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 July 2012. Diakses tanggal 20 September 2012. 
  70. ^ Mungello, David E (1971). "Leibniz's Interpretation of Neo-Confucianism". Philosophy East and West. 21 (1): 3–22. doi:10.2307/1397760. JSTOR 1397760. 
  71. ^ Lan, Feng (2005). Ezra Pound and Confucianism: remaking humanism in the face of modernity. University of Toronto Press. p. 190. ISBN 978-0-8020-8941-0.
  72. ^ Fowler 1997, hlm. 2.
  73. ^ Singh, Nikky-Guninder Kaur (1992). "The Myth of the Founder: The Janamsākhīs and Sikh Tradition". History of Religions. 31 (4): 329–343. doi:10.1086/463291. 
  74. ^ Ahluwalia, Jasbir Singh (March 1974). "Anti-Feudal Dialectic of Sikhism". Social Scientist. 2 (8): 22–26. doi:10.2307/3516312. JSTOR 3516312. 
  75. ^ Carpenter, Dennis D. (1996). "Emergent Nature Spirituality: An Examination of the Major Spiritual Contours of the Contemporary Pagan Worldview". In Lewis, James R., Magical Religion and Modern Witchcraft. Albany: State University of New York Press. ISBN 978-0-7914-2890-0. p 50
  76. ^ "Home page". Universal Pantheist Society. Diakses tanggal 8 August 2012. 
  77. ^ World Pantheist Movement. "Naturalism and Religion: can there be a naturalistic & scientific spirituality?". Diakses tanggal 4 September 2012. 


Bacaan lebih lanjut

[sunting | sunting sumber]
  • Amryc, C. Pantheism: The Light and Hope of Modern Reason, 1898. online
  • Harrison, Paul, Elements of Pantheism, Element Press, 1999. preview
  • Hunt, John, Pantheism and Christianity, William Isbister Limited, 1884. online
  • Levine, Michael, Pantheism: A Non-Theistic Concept of Deity, Psychology Press, 1994, ISBN 9780415070645
  • Picton, James Allanson, Pantheism: Its story and significance, Archibald Constable & Co., 1905. online.
  • Plumptre, Constance E., General Sketch of the History of Pantheism, Cambridge University Press, 2011 (reprint, originally published 1879), ISBN 9781108028028 online
  • Russell, Sharman Apt, Standing in the Light: My Life as a Pantheist, Basic Books, 2008, ISBN 0465005179
  • Urquhart, W. S. Pantheism and the Value of Life, 1919. online

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]